Ketika mulai merencanakan untuk membangu nsebuah masjid, akan muncul pertanyaan-pertanyaan awal seperti berapa luas lahan yang tersedia? bagaimana kondisi lahan tersebut? Dengan bidang tanah yang ada berapa luas bangunan masjid yang akan dibuat? Bagaiman posisi lahan terhadap kiblat? Apakah menghadap ke jalan atau membelakanginya dan lain-lain.

Untuk menyelesaikannya tentu tidak bisa sekadar coba-coba. Diperlukan penyelesaian yang matang sehingga bangunan masjid tersebut nantinya sesuai dengan yang diharapkan. Di sinilah peran ilmu arsitektur dibutuhkan sebagai kompas dalam merencanakan maupun merancang ruang dan bangunan masjid.

Dalam konsep arsitektur masjid, model dan bentuk masjid termasuk dalam ijtihad arsitek muslim. Di sini tidak ada perintah khusus bagaimana bentuk bangunan  masjid seharusnya. Dengan kata lain seorang arsitek muslim diberi kelonggaran  dalam menentukan bentuk dan model bangunan masjid.  Meski demikian dalam merancang sebuah masjid seorang arsitek maupun  pelaksana bangunan masjid terikat oleh ajaran yan gterkandung dalam Al Qur’ an dan Hadist sebagai agama tauhid.

Dalam prinsip dasar perencanaan, sebaiknya masjid dibangun sesuai dengan ketentuan-ketentuan berikut:

* Kedudukan masjid sebagai rumah Allah sehingga merupakan tempat suci.

* Fungsinya sebagai tempat ibadah dan pusat keagamaan.

* Tujuannya untuk menciptakan manusia yang bertaqwa dan berharap hidayah dari Allah.

* Prinsip umum dalam penggunaan harta sesuai Al qur an dan hadis, serta prinsip umum dalam beramal ibadah.

Perencanaan masjid juga harus memperhatikan kedudukannya yang bisa memberikan nafas beribadah untuk tunduk kepada Allah Swt. Dalam masjid juga jauhkan dari ornamen patung dan lukisan bentuk binatang dan manusia, hindarkan dari identitas-identitas agama lain, dan perhatikan keindahan masjid berdasarkan prinsip-prinsip nilai estetika berdasarkan agama islam.